SAYANG
UMA’
Da’
Lengkang de Panas Da’ Lapok de’Ujan
(Besame
Cik Surdia)
Uma’,
begitulah aku beserta kakak, abang dan adikku memanggil ibu kami. Kami begitu
hormat dan bangga pada beliau, uma’
selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk kami sekeluarga. Terasa masih kemarin pagi kami berada dalam buaianmu,
merasakan lembutnya kasih sayang asuhanmu.
Sekarang anak-anakmu sudah dewasa dan tinggal terpisah jauh darimu, termasuk
diriku sendiri.
Disaat aku sudah dianggap mampu
hidup mandiri, dan sudah menjadi orang
tua dalam keluarga kecilku, uma’
tetap tidak pernah berhenti mengurusku.
Pesan, nasehat, pandangan dan ajaran tentang kehidupan selalu beliau
berikan, supaya aku selalu tegar
menajalani kehidupan ini. Itulah yang membuat aku merasakan ingin dekat dan
selalu bertemu dengannya. Berjumpa dengan beliau bukan hanya ingin mendengarkan beliau kembali cerita tentang kisah-kisahku tempo
dahulu disaat kami masih kecil. Namun uma’
adalah tempat mengadu, tempat aku menceritakan tentang kehidupanku masa ini dan yang akan
datang.
Melalui tulisan ini aku
ingin menuangkan setitik rasa bahagiaanku semasa kecil bersama uma’.
Pada waktu itu aku belum memiliki adik, usiaku sekitar 3 tahun. Pada usia tersebut belum
begitu banyak yang dapat aku ingat, namun
ada satu hal yang berkesan bagiku. Hingga
diusiaku saat ini aku masih ingat tentang pengorbanan uma’ kala itu. Betapa besar Kasih
sayang uma’ kepada anaknya ibarat pepatah Da’ Lengkang de Panas Da’ Lapok de’Ujan (tidak lengkang karena
panas tidak lapuk karena hujan).
Ceritanya siang itu bapak kami tidak ada dirumah, uma’ membawa aku dan abangku ke kebun. Pada
waktu kami pergi ke kebun, uma’ kami membawa sepeda, namun sepeda tersebut tidak beliau naiki hanya
dituntun saja. Padahal disepeda itu ada
aku dan abangku. Waktu itu aku duduk di
depan dengan menggukan kursi besi yang
beliau gantungkan pada setang sepeda. Sedangkan abangku duduk di belakang
dengan posisi kedua kakinya diikat kebesi sadel sepeda menggunakan selendang usang berwarna kuning. Alasan beliau tidak berani menaiki sepeda
tersebut, sebab menurut beliau terlalu beresiko, karena jalan menuju kebun kami kala itu banyak lobang, sempit dan pada bagian tertentu berlumpur.
Untuk menjaga kenyamanan dan
keselamatan anaknya sampai tujuan, beliau rela menuntun sepeda tersebut dengan
susah payah. Bukan itu saja untuk menga
kenyamanan dan keamanan kami, saat itu beliau pun membawa beberapa barang
seperti terindak dan topi untuk kebutuhan kami, termasuk juga membawa bekal
untuk kami makan.
Uma’ adalah
sosok panutan, orang yang aku banggakan, jasa dan kasih sayang serta pengobanannya tidak
akan terbalaskan. Diusianya yang renta, tenagan uma’ tidak kuat lagi, namun beliau tidak
pernah lelah membimbing dan menasehati anak,
cucu, keturunanya supaya hidupnya tidah salah arah. Petua dan nasehat yang beliau berikan menjadi penunjuk arah dalam menjalani
kehidupan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar