Sabtu, 13 Agustus 2022

 

OBJEK WISATA GUNUNG TAJAM

(Besame Cik Surdia)



Gurok Beraye. Banyak orang yang kagum dengan keindahan  air terjun tersebut. Airnya begitu jernih mengalir dari sela-sela bebatuan lereng Gunung Tajam. Tempat pemandian yang sejuk. Tidak sedikit orang yang tertarik untuk berkunjung kesana. Termasuk diriku sendiri. Terusterang saja mendengar cerita keponakanku yang pernah berkunjung kesana. Aku jadi penasaran.

Tidak membuang kesempatan.  Pada hari itu. Pulang dari Kabupaten Belitung Timur, aku menyempatkan diri mampir kesana. Begitu aku sampai disana. Aku merasa puas. Setelah menempuh perjalanan yang bagiku termasuk ekstrem. Akhirnya terbayarkan. Pemandangannya memanjakan mata. Sungguh asri.

Selain air terjun Gurok Beraye. Disana juga dijumpai sebuah makam. Yaitu makam Syeikh Abdullah.  Dikenal juga dengan sebutan Syeikh Gunung Tajam. Dipahami oleh masyarat setempat, beliau adalah salah seorang penyebar agama Islam di Pulau Belitung.  Selanjutnya  dilokasi tersebut  terdapat juga sebuah mushollah  yang bertuliskan Syeikh Gunung Tajam. Fasilitas umum selain mushollah terdapat juga kantin, kamar kecil. Serta beberapa  spot untuk berfoto. Seperti  kincir air mini yang berwarnawarni.  

Lokasinya objek wisata tersebut berada di Dusun Air Pagantungan, Desa Kacang Botor, Kecamatan Badau.  Belitung.  Jaraknya  dari Bandar Udara H.A.S Hanandjoeddin sekitar 14 km.

Bagi saya untuk datang kelokasi objek wisata ini perlu keberanian. Meskipun jalannya sudah diaspal, namun tetap perlu konsentasi tinggi saat berkendaraan. Kondisi jalan yang berada diantara dinding punggung gunung dan berbatas tebing jurang. Sungguh…membuat dakdikduk sepanjang jalan.



Minggu, 08 Maret 2020


ADE GASE
 (Besame Cik Surdia)

Ade Gase, begitulah ungkapan  orang Belitung  bila  menyaksikan suatu tindakan atau sikap seseorang  yang tidak sesuai dengan  semestinya.  Itulah  ungkapan yang terlontar dari mulutku  setelah aku melihat kiriman foto dan membaca  chat di WhatApp dari wali kelas anak bungsuku. Pada awalnya aku merasa kaget meliat aksi foto si bungsu, yang terkesan masabodoh itu. Jujur saja  ketika itu dalam hatiku  terbesit rasa marah karena sibungsu terlihat tidak bersalah, padahal sesungguhnya dia ada dalam masalah. Aku pun rasanya tidak sabar  ingin segera bertemu dengan  si bungsu dan ingin  menanyakan langsung kepadanya bagaimana kejadian itu di TKP.
Tidak menunggu waktu lama, setelah waktu istirahat tiba  aku segera bergegas pergi ke SD untuk  menjemput si bungsu dan kembarannya. Begitu aku tiba disana ternyata si bungsu sudah dijemput kakek mereka, aku pun segera menyusul  mereka pulang kerumah. Begitu  aku tiba di rumah aku dapati keduanya masih bergembira,  tertawa terbahak-bahak  bersama. Menyaksikan tingkahlaku mereka, aku hanya menggeleng-gelengkan  kepala. Disaat tertawa mereka mulai redah, aku mulai bertanya kepada keduanya “Heiii dayang-dayang  lagi ngobrol apa?” si bungsu  yang biasa aku panggil  Dedek Conel  segera menjawab “lagi cerita  pengalaman kena hukum, begitu  ibuku yang cantik yang aku sayangi”. Melihat tingkah-laku keduanya, aku pun  tersenyum, dan rasa jengkelku pun hilang. Bagaimana tidak? Dia bersimpuh memohon kedapaku, dia berharap supaya aku tidak marah kepada dirinya.  Apa yang dia katakan “Ibu yang cantik, jangan marah ya…please deh tadi malam Dedek berbohong bilang sama ibu tidak PR” dengan raut wajah tak bersalah sambil menyusun jari-jari kedua tangannya, dia mengedip-ngedipkan  kedua  bola matanya, serta berulang-ulang dia mengatakan  “please deh ibuku yang cantik”.
Akhirnya aku  duduk dan meminta dia untuk menceritakan  apa yang dia alami disekolah pada hari itu. Dia pun sambil tersenyum-senyum menceritakan kejadian  yang dia alami di  sekolah pada  hari itu.  Kata pak guru Dedek “Amirah jangan diulang lagi ya”.
Disore hari setelah ayahnya pulang, sibungsu melaporkan kejadian yang dia alami  di sekolah  pada hari itu. Sambil memperlihatkan  fotonya  di HP. Melihat  aksi itu ayahnya langsung   melontarkan omongan “ Dedek  kamu itu di hukum, bukan buat iklan”  jangan diulang lagi!. Begitulah sepenggal cerita kejadian berkesan  si bungsu.


SAYANG UMA’
Da’ Lengkang de Panas Da’ Lapok de’Ujan
(Besame Cik Surdia)

Uma’, begitulah aku beserta kakak, abang dan adikku memanggil ibu kami. Kami begitu hormat dan bangga pada beliau, uma’ selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk kami sekeluarga.  Terasa masih kemarin pagi kami berada dalam buaianmu, merasakan  lembutnya kasih sayang asuhanmu. Sekarang anak-anakmu sudah dewasa dan tinggal terpisah jauh darimu, termasuk diriku sendiri.
Disaat aku sudah dianggap mampu hidup mandiri,  dan sudah menjadi orang tua dalam keluarga kecilku, uma’ tetap tidak pernah berhenti mengurusku.  Pesan, nasehat, pandangan dan ajaran tentang kehidupan selalu beliau berikan,  supaya aku selalu tegar menajalani kehidupan ini. Itulah yang membuat aku merasakan ingin dekat dan selalu bertemu dengannya. Berjumpa dengan beliau bukan  hanya ingin mendengarkan  beliau kembali cerita tentang kisah-kisahku tempo dahulu disaat kami masih kecil. Namun uma’ adalah tempat mengadu, tempat aku menceritakan  tentang kehidupanku masa ini dan yang akan datang.  
Melalui tulisan ini aku ingin menuangkan setitik rasa bahagiaanku semasa kecil bersama uma’.  Pada waktu itu aku belum memiliki adik, usiaku  sekitar 3 tahun. Pada usia tersebut belum begitu banyak yang  dapat aku ingat, namun ada satu hal yang berkesan  bagiku. Hingga diusiaku saat ini aku masih  ingat  tentang pengorbanan uma’ kala itu. Betapa  besar Kasih sayang uma’ kepada anaknya  ibarat pepatah Da’ Lengkang de Panas Da’ Lapok de’Ujan (tidak lengkang karena panas tidak lapuk karena hujan).
Ceritanya  siang itu bapak kami tidak ada dirumah, uma’ membawa aku dan abangku ke kebun. Pada waktu kami pergi ke kebun, uma  kami membawa sepeda, namun  sepeda tersebut tidak beliau naiki hanya dituntun saja.  Padahal disepeda itu ada aku dan abangku. Waktu itu aku  duduk di depan dengan menggukan  kursi besi yang beliau gantungkan pada setang sepeda. Sedangkan abangku duduk di belakang dengan posisi kedua kakinya diikat kebesi sadel sepeda menggunakan  selendang usang berwarna kuning.  Alasan beliau tidak berani menaiki sepeda tersebut, sebab menurut beliau terlalu beresiko, karena  jalan menuju kebun kami  kala itu banyak lobang, sempit  dan pada bagian tertentu berlumpur.
Untuk menjaga kenyamanan dan keselamatan anaknya sampai tujuan, beliau rela menuntun sepeda tersebut dengan susah payah. Bukan itu saja untuk  menga kenyamanan dan keamanan kami, saat itu beliau pun membawa beberapa barang seperti terindak dan topi untuk kebutuhan kami, termasuk juga membawa bekal untuk kami makan.
Uma’ adalah sosok panutan, orang yang aku banggakan, jasa dan  kasih sayang serta pengobanannya tidak akan  terbalaskan. Diusianya yang renta, tenagan uma’ tidak kuat lagi, namun beliau tidak pernah lelah membimbing  dan menasehati anak, cucu, keturunanya supaya hidupnya tidah salah arah.  Petua dan nasehat yang beliau  berikan menjadi penunjuk arah dalam menjalani kehidupan ini.



Rabu, 18 November 2015

BUJANG KAN DAYANG KECIK

                                                               BESAME CIK SURDIA